“Hai Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal’’ (Q., 49:13)
Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan
dan bersuku-suku menurut jenisnya seperti yang dikemukakan oleh ayat di
atas. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia itu diciptakan Allah berbedabeda
fisik dan sifatnya serta memiliki karakternya sendiri-sendiri. Mereka
hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan
sesamanya.
Banyak orang menganggap bahwa melakukan komunikasi itu
mudah, semudah orang bernafas, karena kita terbiasa melakukannya sejak
lahir. Namun setelah orang pernah merasakan hambatan atau “kemacetan”
ketika melakukan komunikasi, barulah disadari bahwa komunikasi itu
ternyata tidak mudah.
Coba saja kita lihat contoh yang dijelaskan oleh Mulyana (2001),
kata Mokusatsu yang digunakan Jepang dalam merespon ultimatum AS
untuk menyerah diterjemahkan oleh Domei sebagai ‘mengabaikan’, alih-alih
maknanya yang benar adalah ‘jangan memberi komentar sampai keputusan
diambil’. Suatu versi lain mengatakan, Jendral McArthur memerintahkan
stafnya untuk mencari makna kata itu. Semua kamus bahasa Jepang-bahasa
Inggris diperiksa yang memberi padanan kata no comment. MacArthur
kemudian melaporkan kepada Presiden Truman yang memutuskan untuk
menjatuhkan bom atom. Padahal makna kata Mokusatsu itu adalah ‘Kami
akan menaati ultimatum Tuan tanpa komentar’. Kekeliruan dalam
Suraya
“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”
125
menerjemahkan suatu pesan yang dikirimkan pemerintah Jepang menjelang
akhir Perang Dunia II boleh jadi telah memicu pengeboman
Kegagalan memahami pesan verbal itu dapat mengakibatkan
bencana. Karena ada kesan ‘enteng’ itulah, tidak mengherankan bila
sebagian orang enggan mempelajari bidang komunikasi. Padahal, dimana
pun kita berada dan apa pun profesi kita, kita selalu berkomunikasi dengan
orang lain. Banyak orang gagal karena mereka tidak terampil
berkomunikasi.
Contoh lainnya konflik yang terjadi antara suku Dayak dan Madura
Sambas di Kalimantan yang disebabkan adanya stereotip yang berlebihan
dari kedua suku tersebut sehingga menyebabkan ratusan orang Madura
tewas dan ratusan rumah musnah. Seperti dikemukakan Rachbini (1999)
bahwa suku Madura dipandang warga setempat berkarakter kasar, tidak
sopan dan tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan.
Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, atau agama lain
kita dihadapkan dengan system nilai dan aturan yang berbeda. Sulit
memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Di Indonesia
masih sering terdengar stereotip-stereotip kesukuan. Misalnya orang-orang
Jawa dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus dan sopan, dan bahwa
orang-orang Batak kasar, nekad, suka berbicara keras, pemberang dan suka
berkelahi. Tetapi orang Batak sendiri menganggap bahwa mereka
pemberani, terbuka, suka berterus terang, pintar, rajin, kuat dan tegar.
Mereka menganggap orang-orang Jawa dan Sunda lebih halus dan spontan
tetapi lemah dan tidak suka berterus terang. Apa yang orang anggap
kekasaran, bagi orang Batak justru kejujuran. Apa yang orang Sunda dan
Jawa anggap kehalusan, bagi orang Batak adalah kemunafikan dan
kelemahan (Mulyana, 1999, h. 13).
Pada dasarnya Allah SWT telah menekankan bahwa “Tuhan yang
Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan
manusia, dan mengajarinya pandai berbicara” (Ar Rahman : 1-4). Dengan
begitu maka manusia selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135
126
dengan cara berbicara satu dengan yang lain, baik melakukan komunikasi
antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, atau komunikasi
Pada dasarnya manusia memiliki naluri komunikasi, selain itu
dilengkapi pula dengan naluri ingin tahu. Manusia ingin mengetahui segala
yang ada di alam sekelilingnya. Seperti yang dikatakan Allah SWT bahwa
Allah SWT menurunkan kepadamu Kitab dan Hikmah, dan mengajarkan
kepadamu sesuatu yang kamu belum tahu (Q., 4:113), maka manusia akan
mencari segala sesuatunya dengan kemampuannya berkomunikasi.
Sekarang ini, peradaban manusia telah berkembang demikian
kompleksnya. Manusia sebagai individu-individu dengan latar belakang
budaya yang berlainan saling bertemu, baik secara tatap muka maupun
melalui media komunikasi. Media komunikasi di sini tidak hanya berbentuk
media
sebagainya). Maka tidaklah heran, perkembangan dunia saat ini semakin
menuju pada suatu Global Village (desa dunia). Hal ini yang menimbulkan
anggapan bahwa sekarang ini komunikasi antar budaya semakin penting
dan semakin vital ketimbang di masa-masa sebelum ini (Dodd, 1987;
Gudykunst & Kim, 1984; Samovar, Porter & Jain, 1981).
Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa,
ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial atau bahkan jenis
kelamin disebut komunikasi antarbudaya (Mulyana, 2000). Karena itu, ada
beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi antarbudaya ini,
yang dapat dikatakan sebagai jembatan emas komunikasi antarbudaya.
Jembatan emas ini meliputi mobilitas, saling ketergantungan ekonomi,
teknologi komunikasi, pola imigrasi, kesejahteraan politik (Devito, 1991).
Mobilitas
Pergerakan peradaban dunia bergerak dengan cepatnya, mereka
dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya dalam sekejap.
Transportasi telah mempermudah mereka untuk bergerak dengan cepat.
Suraya
“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”
127
Mereka seringkali melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dan dari satu benua ke benua lain. Hal ini lah yang sering kita sebut dengan mobilitas. Batasan-batasan yang dulu sebagai penghalang, seperti
susahnya transportasi karena jarak, lautan dan samudera yang memisahkan
antardaerah kini pupus sudah. Saat ini orang seringkali mengunjungi
budaya-budaya lain untuk mengenal orang-orang yang berbeda dan daerah
baru serta untuk menggali peluang-peluang ekonomi. Hal seperti ini
mengingatkan kita pada ayat Al Quran di atas, bahwa manusia diciptakan
untuk saling mengenal.
Bila kita telah saling mengenal maka terbukalah peluang-peluang
lain untuk terjalin dengan baik, misalnya saja peluang ekonomi,
perdagangan, pendidikan, kebudayaan, dan sebagainya. Peristiwa mobilitas
ini menyebabkan hubungan antarpribadi kita semakin menjadi hubungan
antarbudaya. Individu-individu yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda saling berhubungan dan berinteraksi dari melakukan komunikasi
antarpribadi sampai dengan melakukan komunikasi menggunakan media
dan nilai-nilai yang sangat kompleks dalam global village ini. Bertemunya
bermacam-macam budaya tersebut bisa terjadi dalam berbagai bidang,
seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hankam, dan lainnya.
Misalnya, pertukaran pelajar yang dikoordinir oleh AFS ataupun Departemen
Pendidikan Nasional. Atau perjalanan bisnis para pedagang dan pengusaha
nasional ke luar daerah dan negeri.
Saling Ketergantungan Ekonomi
Sekarang ini karena dunia sudah menjadi global village, maka
kebanyakan negara secara ekonomis bergantung pada negara lain.
Beberapa waktu yang lalu kehidupan ekonomi Amerika banyak terkait
dengan negara-negara Eropa yang kulturnya banyak kemiripan dengan
kultur Amerika. Tetapi, sekarang ini, banyak kegiatan perdagangan Amerika
khususnya di bidang peralatan teknologi yang berorientasi ke Asia Timur
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135
128
seperti
Amerika.
Kehidupan ekonomi bangsa Amerika bergantung pada kemampuan
bangsa ini untuk berkomunikasi secara efektif dengan kultur-kultur yang
berbeda itu. Hal yang sama berlaku untuk bangsa-bangsa lain di dunia,
termasuk
menyebabkan terganggunya hubungan ekonomi negara-negara di dunia.
Banyak negara yang membuka kantor di gedung WTC ikut menjadi korban
sehingga perekonomiannya terganggu. Suku bunga Dollar Amerika menjadi
naik sehingga nilai tukar rupiah kita-pun ikut terpengaruh. Hal ini
menyebabkan berubahnya harga-harga barang yang menggunakan nilai
tukar dollar Amerika, yang dengan otomatis merembet ke pada hal yang
lainnya, seperti sembilan bahan pokok, BBM, dan lain-lain.
Teknologi Komunikasi
Teknologi komunikasi telah berkembang dengan pesat saat ini. Hal
ini ditandai dengan merebaknya pemakaian internet, multi media, dan
sebagainya. Meningkat pesatnya teknologi komunikasi telah membawa kultur
luar yang kadangkala asing masuk ke rumah kita. Film-film seri impor yang
ditayangkan di televisi telah membuat kita mengenal adat kebiasaan dan
riwayat bangsa-bangsa lain. Berita-berita dari luar negeri yang disiarkan baik
dari stasiun televisi dalam negeri maupun luar negeri merupakan hal yang
lumrah. Setiap malam kita menyaksikan apa yang terjadi di negara yang
jauh melalui televisi. Dan kita dapat berhubungan langsung ke setiap
pelosok dunia melalui telepon, e-mail, dan sebagainya. Teknologi telah
membuat komunikasi menjadi mudah, praktis dan tidak terhindarkan.
McLuhan sendiri mengatakan bahwa media adalah pesan itu sendiri.
Karena media
kelebihan. Media Komunikasi merupakan saluran komunikasi tempat
berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. Media dapat berupa
alat seperti majalah,
Suraya
“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”
129
telepon, telegram,
non alat yaitu lambang verbal dan non verbal termasuk kondisi personal dan
situasional, lingkungan yang mendukung terjadinya komunikasi.
Media komunikasi sendiri mempunyai fungsi, yaitu (1) memperluas
jangkauan komunikasi antar manusia dan memperbesar kemampuan untuk
menjalin hubungan komunikasi antarmanusia; dan (2) menyediakan,
menyimpan dan mendistribusikan pesan-pesan komunikasi.
Maka dengan media komunikasi manusia dapat menembus ruang dan
waktu. Misalnya, kita dapat membaca koran, mendengarkan radio dimana
pun kita berada. Hasil dari media komunikasi berupa alat dapat disimpan/
didokumentasikan sehingga dapat menguasai waktu. Karena media
komunikasi adalah pesan komunikasi, maka McLuhan percaya bahwa media
komunikasi manusia.
Perkembangan media komunikasi telah banyak mengubah aspek
kehidupan manusia dan hubungan komunikasi antarmanusia hampir tak
terbatas. Perkembangan media komunikasi telah mengubah cara
pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian pesan-pesan komunikasi.
Begitu banyaknya informasi yang datang yang tidak dapat dipilih dan
dimaknai oleh komunikan karena keterbatasan kemampuan sehingga
menimbulkan keluberan informasi. Seperti pendapat Brent D. Ruben (1992),
dalam keadaan seperti itu manusia dihadapkan pada tantangan “apa yang
harus kita lakukan dengan luberan informasi”, dan tidak lagi
mempertanyakan “bagaimana mendapatkan informasi”.
Betapa dahsyatnya media komunikasi merambah kehidupan manusia,
sehingga tanpa sadar manusia telah menjadi tergantung pada media
komunikasi untuk memenuhi kebutuhannya berkomunikasi dengan orang
lain yang berbeda budaya. Teknologi komunikasi menyebabkan individuindividu
yang saling berinteraksi mengalami pertukaran budaya dan bahkan
akulturasi. Kita juga setiap hari membaca, mendengar dan menyaksikan di
media-media, berita tentang ketegangan rasial, pertentangan agama,
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135
130
diskriminasi seks, yang secara umum merupakan masalah-masalah yang di
sebabkan oleh kegagalan komunikasi antarbudaya.
Sebagai contoh, televisi yang sarat dengan teknologi mengandung
apa yang disebut sebagai Television Culture. Hal ini diinterpretasikan bahwa
filosofis televisi sebagai media yang mengandalkan teknologi telah
melahirkan dan memancing makna kesenangan, hiburan, dan
keanekaragaman kesenangan dalam masyarakat. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa apapun isinya, tampilan yang ada di layar kaca televisi
selalu dikemas dengan format hiburan. Jadi, televisi dapat kita sebut
sebagai alat penghibur.
Realita hiburan di televisi seakan sama dengan realita sebenarnya,
padahal tidaklah demikian. Hal ini disebabkan, apa yang tampil di televisi
sudah penuh dengan distorsi. Pesan yang tampil sudah melalui sebuah
proses, seperti editing, cropping, dan lain-lain. Realita televisi sangat jauh
berbeda dengan realita sebenarnya. Celakanya apa yang ditampilkan di
televisi sering dipersepsikan pemirsa sama dengan kenyataan sebenarnya.
Bahkan Ted Turner, pemilik televisi berita CNN mengatakan, televisi
merupakan media yang mampu merealisasikan gagasan-gagasan sampai di
luar batas hayali. Maksudnya, televisi dengan keunggulan teknologinya
mampu menyajikan realita yang hanya ada dalam khayalan manusia
(Wahyudi, 1992).
Budaya yang dihantarkan oleh televisi inilah yang setiap hari hadir
masuk ke dalam rumah kita dan membawa budaya-budaya asing yang ada
di dunia ini. Budaya-budaya inilah yang sering diserap oleh individu-individu
dan melatarbelakangi tingkah lakunya sehari-hari dalam berinteraksi.
Pola Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah
lainnya, baik secara domestik ataupun ke luar negeri. Bahkan ketika jaman
penjajahan dulu telah dilakukan perpindahan penduduk/transmigrasi dengan
tujuan penyebaran penduduk maupun sebagai tenaga kerja. Para tenaga
Suraya
“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”
131
kerja tersebut dipaksa harus bekerja rodi membuka lahan pertanian atau
perkebunan bahkan membuka jalan, seperti Anyer-Panarukan, jalan Lintas
Sumatera, dan sebagainya.
Pernikahan campuran juga menyebabkan perpindahan tempat
tinggal. Pasangan tersebut mengikuti daerah asal suami atau istri mereka
atau di tempat yang baru sama sekali, yang akhirnya akan menurunkan
keturunan mereka.
Karena itu, di hampir setiap kota besar di dunia kita dapat
menjumpai orang-orang dari etnis atau bangsa lain. Kita bergaul, bekerja
atau bersekolah dengan orang-orang yang berbeda dari kita. Pola migrasi ini
yang menyebabkan kita mau tidak mau saling mengenal dan bergaul di
antara individu-individu. Kita selalu bersosialisasi dan berinteraksi dengan
orang-orang yang berbeda bangsa atau budaya setiap harinya. Pengalaman
sehari-hari inilah yang menyebabkan kita telah menjadi semakin memahami
komunikasi antar budaya.
Kesejahteraan Politik
Salah satu jembatan emas dalam komunikasi antarbudaya adalah
apa yang dinamakan kesejahteraan politik. Dalam era globalisasi dunia saat
ini, kesejahteraan politik suatu negara sangat tergantung pada kondisi politik
dan keamanan negara-negara lain. Kondisi dunia pasca serangan World
Trade Centre (WTC) 11 September 2000 di Amerika Serikat adalah bukti
bagaimana stabilitas politik suatu negara seperti Afganistan dan Irak harus
terkoyak oleh arogansi Amerika Serikat
Sentimen Islam-non Islam dapat cepat merebak ke seluruh dunia,
setelah pihak Amerika Serikat menuduh gerakan fundamentalis Islam Al
Qaedah pimpinan Osamah bin Laden sebagai otak serangan tersebut.
Akibatnya terjadi ketegangan yang luar biasa antara negara Barat dengan
dunia Islam.
Demonstrasi anti Amerika Serikat dan sekutunya juga merebak di
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Terutama
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135
132
hubungan diplomatik dan pemboikotan produk-produk Amerika Serikat yang
santer disuarakan, sempat membuat panik pemerintah Indonesia. Penduduk
Indonesia juga merasa tidak nyaman untuk saling berkomunikasi antar
sesamanya apalagi dengan orang asing/bangsa lain. Karena itulah maka
diperlukan komunikasi antarbudaya di antara manusia Indonesia.
Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Sebenarnya kita harus memperhatikan secara khusus bahwa orang
berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula. Hal ini untuk
menjaga agar interaksi yang terjalin tidak terhambat. Namun kenyataannya
banyak manusia yang mengalami hambatan ketika mereka berkomunikasi
antarbudaya.
Satu kesulitan adalah kecenderungan kita untuk melihat orang lain
dan perilaku mereka melalui kacamata kultur kita sendiri, hal ini disebabkan
karena etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk
mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam kultur sendiri sebagai
lebih baik, lebih logis dan lebih wajar ketimbang dalam kultur lain. Kita perlu
menyadari bahwa kita dan orang lain berbeda tetapi setara, tidak ada yang
lebih rendah atau lebih tinggi (DeVito, 1991). Misalnya, konflik yang terjadi
antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Barat. Masing-masing etnis
menganggap bahwa etnisnya lah yang paling baik sementara etnis lain
dianggap jelek atau buruk (etnosentrisme). Hal ini yang menyebabkan
konflik tersebut berkepanjangan dan sulit diselesaikan.
Kesulitan lainnya adalah apabila ia menganggap semua orang sama
dengan anggota kelompok/etnisnya, hal ini biasa disebut stereotype.
Sebenarnya manusia adalah makhluk yang unik, dengan kata lain, manusia
memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Maka, tidak semua perilaku
komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal mempunyai makna yang
sama dalam semua budaya.
Dalam berkomunikasi antarpribadi, orang haruslah memperhatikan
budaya yang dimiliki individu tersebut. Dengan kata lain, DeVito (1991)
Suraya
“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”
133
mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya yang efektif umumnya dapat
lebih diperkuat dengan memanfaatkan karakteristik-karakteristik yang
menandai interaksi antarpribadi yang efektif, misalnya keterbukaan, empati,
sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan, percaya diri, kedekatan,
manajemen interaksi, daya ekspresi, dan berorientasi kepada lawan bicara.
Jadi, Setiap orang yang berkomunikasi antar budaya setidaknya
bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap;
Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang
berbeda; bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;
menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan
tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong.
Dalam komunikasi antarbudaya kualitas kedekatan sangat penting
agar memperkecil perbedaan; dan bersikap sensitif terhadap perbedaan
ketika akan mengambil alih pembicaraan. Selain itu, isyaratkan empati
dengan ekspresi wajah, gerak gerik yang penuh minat dan perhatian serta
tanggapan yang mencerminkan pengertian (verbal dan nonverbal). Terakhir,
kita harus menyadari bahwa setiap orang punya andil dalam pembicaraan.
Dengan demikian, hambatan yang ada dalam komunikasi antar budaya
menjadi tiada.
Kesimpulan
Allah SWT yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan
dan bersuku-suku menurut jenisnya mengisyaratkan bahwa manusia itu
hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan
sesamanya. Karena itu, dalam berkomunikasi kita hendaklah membangun
Jembatan Emas. Jembatan emas inilah yang menghubungkan kita dalam
berkomunikasi antar budaya. Kita harus memperhatikan secara khusus
bahwa orang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula.
Setiap orang yang berkomunikasi antarbudaya setidaknya bersikap
terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap. Menempatkan
diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda;
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135
134
bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;
menganggap berkomunikasi setara; tetap percaya diri dan tenang dalam
setiap situasi, serta menghindari sikap etnosentrisme dan stereotype yang
berlebihan.
Suraya
“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”
135
Daftar Pustaka
DeVito, Joseph A., 1991. Komunikasi Antar Manusia, edisi kelima, Jakarta:
Professional Books
Littlejohn, 2000, S. W. Theories of Human Communication, Seventh Edition.
Mulyana, Deddy 2000, Komunikasi AntarBudaya, Panduan Berkomunikasi dengan
orang-orang Berbeda Budaya, Bandung: Remaja RosdaKarya
Mulyana, Deddy 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosda
Karya
Mulyana, Deddy 1999, Nuansa-nuansa Komunikasi, Meneropong Politik & Budaya
Komunikasi Masyarakat Kontemporer, Bandung: Remaja Rosda Karya
Rachbini, Didik J., Nazisme Lokal di Kalimantan Barat, Skh. Republika, 26 Maret 1999
Ruben, Brent D., 1992, Communication and Human Behavior, Third Edition, New
Tubbs, Stewart L., 1983, Sylvia Moss, Human Communication, Fourth Edition, New
York: Random House Inc.
Wahyudi, J. B.,1993, Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama,
Comments :
0 komentar to “PERANAN KOMUNIKASI DALAM PENYATUAN BUDAYA”
Posting Komentar