JAM

Jumat, 09 April 2010

PERANAN KOMUNIKASI DALAM PENYATUAN BUDAYA


“Hai Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan

kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu

saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling

mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling

bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal’’ (Q., 49:13)

Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan

dan bersuku-suku menurut jenisnya seperti yang dikemukakan oleh ayat di

atas. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia itu diciptakan Allah berbedabeda

fisik dan sifatnya serta memiliki karakternya sendiri-sendiri. Mereka

hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan

sesamanya.

Banyak orang menganggap bahwa melakukan komunikasi itu

mudah, semudah orang bernafas, karena kita terbiasa melakukannya sejak

lahir. Namun setelah orang pernah merasakan hambatan atau “kemacetan”

ketika melakukan komunikasi, barulah disadari bahwa komunikasi itu

ternyata tidak mudah.

Coba saja kita lihat contoh yang dijelaskan oleh Mulyana (2001),

kata Mokusatsu yang digunakan Jepang dalam merespon ultimatum AS

untuk menyerah diterjemahkan oleh Domei sebagai ‘mengabaikan’, alih-alih

maknanya yang benar adalah ‘jangan memberi komentar sampai keputusan

diambil’. Suatu versi lain mengatakan, Jendral McArthur memerintahkan

stafnya untuk mencari makna kata itu. Semua kamus bahasa Jepang-bahasa

Inggris diperiksa yang memberi padanan kata no comment. MacArthur

kemudian melaporkan kepada Presiden Truman yang memutuskan untuk

menjatuhkan bom atom. Padahal makna kata Mokusatsu itu adalah ‘Kami

akan menaati ultimatum Tuan tanpa komentar’. Kekeliruan dalam

Suraya

“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”

125

menerjemahkan suatu pesan yang dikirimkan pemerintah Jepang menjelang

akhir Perang Dunia II boleh jadi telah memicu pengeboman Hiroshima.

Kegagalan memahami pesan verbal itu dapat mengakibatkan

bencana. Karena ada kesan ‘enteng’ itulah, tidak mengherankan bila

sebagian orang enggan mempelajari bidang komunikasi. Padahal, dimana

pun kita berada dan apa pun profesi kita, kita selalu berkomunikasi dengan

orang lain. Banyak orang gagal karena mereka tidak terampil

berkomunikasi.

Contoh lainnya konflik yang terjadi antara suku Dayak dan Madura

Sambas di Kalimantan yang disebabkan adanya stereotip yang berlebihan

dari kedua suku tersebut sehingga menyebabkan ratusan orang Madura

tewas dan ratusan rumah musnah. Seperti dikemukakan Rachbini (1999)

bahwa suku Madura dipandang warga setempat berkarakter kasar, tidak

sopan dan tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan.

Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, atau agama lain

kita dihadapkan dengan system nilai dan aturan yang berbeda. Sulit

memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Di Indonesia

masih sering terdengar stereotip-stereotip kesukuan. Misalnya orang-orang

Jawa dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus dan sopan, dan bahwa

orang-orang Batak kasar, nekad, suka berbicara keras, pemberang dan suka

berkelahi. Tetapi orang Batak sendiri menganggap bahwa mereka

pemberani, terbuka, suka berterus terang, pintar, rajin, kuat dan tegar.

Mereka menganggap orang-orang Jawa dan Sunda lebih halus dan spontan

tetapi lemah dan tidak suka berterus terang. Apa yang orang anggap

kekasaran, bagi orang Batak justru kejujuran. Apa yang orang Sunda dan

Jawa anggap kehalusan, bagi orang Batak adalah kemunafikan dan

kelemahan (Mulyana, 1999, h. 13).

Pada dasarnya Allah SWT telah menekankan bahwa “Tuhan yang

Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan

manusia, dan mengajarinya pandai berbicara” (Ar Rahman : 1-4). Dengan

begitu maka manusia selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya

Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135

126

dengan cara berbicara satu dengan yang lain, baik melakukan komunikasi

antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, atau komunikasi

massa (Littlejohn, 2000; Tubbs & Moss, 1996).

Pada dasarnya manusia memiliki naluri komunikasi, selain itu

dilengkapi pula dengan naluri ingin tahu. Manusia ingin mengetahui segala

yang ada di alam sekelilingnya. Seperti yang dikatakan Allah SWT bahwa

Allah SWT menurunkan kepadamu Kitab dan Hikmah, dan mengajarkan

kepadamu sesuatu yang kamu belum tahu (Q., 4:113), maka manusia akan

mencari segala sesuatunya dengan kemampuannya berkomunikasi.

Sekarang ini, peradaban manusia telah berkembang demikian

kompleksnya. Manusia sebagai individu-individu dengan latar belakang

budaya yang berlainan saling bertemu, baik secara tatap muka maupun

melalui media komunikasi. Media komunikasi di sini tidak hanya berbentuk

media massa semata tetapi juga media umum (surat, e-mail, telepon, dan

sebagainya). Maka tidaklah heran, perkembangan dunia saat ini semakin

menuju pada suatu Global Village (desa dunia). Hal ini yang menimbulkan

anggapan bahwa sekarang ini komunikasi antar budaya semakin penting

dan semakin vital ketimbang di masa-masa sebelum ini (Dodd, 1987;

Gudykunst & Kim, 1984; Samovar, Porter & Jain, 1981).

Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa,

ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial atau bahkan jenis

kelamin disebut komunikasi antarbudaya (Mulyana, 2000). Karena itu, ada

beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi antarbudaya ini,

yang dapat dikatakan sebagai jembatan emas komunikasi antarbudaya.

Jembatan emas ini meliputi mobilitas, saling ketergantungan ekonomi,

teknologi komunikasi, pola imigrasi, kesejahteraan politik (Devito, 1991).

Mobilitas

Pergerakan peradaban dunia bergerak dengan cepatnya, mereka

dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya dalam sekejap.

Transportasi telah mempermudah mereka untuk bergerak dengan cepat.

Suraya

“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”

127

Mereka seringkali melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dan dari satu benua ke benua lain. Hal ini lah yang sering kita sebut dengan mobilitas. Batasan-batasan yang dulu sebagai penghalang, seperti

susahnya transportasi karena jarak, lautan dan samudera yang memisahkan

antardaerah kini pupus sudah. Saat ini orang seringkali mengunjungi

budaya-budaya lain untuk mengenal orang-orang yang berbeda dan daerah

baru serta untuk menggali peluang-peluang ekonomi. Hal seperti ini

mengingatkan kita pada ayat Al Quran di atas, bahwa manusia diciptakan

untuk saling mengenal.

Bila kita telah saling mengenal maka terbukalah peluang-peluang

lain untuk terjalin dengan baik, misalnya saja peluang ekonomi,

perdagangan, pendidikan, kebudayaan, dan sebagainya. Peristiwa mobilitas

ini menyebabkan hubungan antarpribadi kita semakin menjadi hubungan

antarbudaya. Individu-individu yang memiliki latar belakang budaya yang

berbeda saling berhubungan dan berinteraksi dari melakukan komunikasi

antarpribadi sampai dengan melakukan komunikasi menggunakan media

massa. Mobilitas yang tinggi memungkinkan terjadinya akulturasi budaya

dan nilai-nilai yang sangat kompleks dalam global village ini. Bertemunya

bermacam-macam budaya tersebut bisa terjadi dalam berbagai bidang,

seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hankam, dan lainnya.

Misalnya, pertukaran pelajar yang dikoordinir oleh AFS ataupun Departemen

Pendidikan Nasional. Atau perjalanan bisnis para pedagang dan pengusaha

nasional ke luar daerah dan negeri.

Saling Ketergantungan Ekonomi

Sekarang ini karena dunia sudah menjadi global village, maka

kebanyakan negara secara ekonomis bergantung pada negara lain.

Beberapa waktu yang lalu kehidupan ekonomi Amerika banyak terkait

dengan negara-negara Eropa yang kulturnya banyak kemiripan dengan

kultur Amerika. Tetapi, sekarang ini, banyak kegiatan perdagangan Amerika

khususnya di bidang peralatan teknologi yang berorientasi ke Asia Timur

Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135

128

seperti Jepang, Korea, Taiwan yang kulturnya sangat berbeda dengan kultur

Amerika.

Kehidupan ekonomi bangsa Amerika bergantung pada kemampuan

bangsa ini untuk berkomunikasi secara efektif dengan kultur-kultur yang

berbeda itu. Hal yang sama berlaku untuk bangsa-bangsa lain di dunia,

termasuk Indonesia. Tragedi 11 September yang menimpa Amerika Serikat

menyebabkan terganggunya hubungan ekonomi negara-negara di dunia.

Banyak negara yang membuka kantor di gedung WTC ikut menjadi korban

sehingga perekonomiannya terganggu. Suku bunga Dollar Amerika menjadi

naik sehingga nilai tukar rupiah kita-pun ikut terpengaruh. Hal ini

menyebabkan berubahnya harga-harga barang yang menggunakan nilai

tukar dollar Amerika, yang dengan otomatis merembet ke pada hal yang

lainnya, seperti sembilan bahan pokok, BBM, dan lain-lain.

Teknologi Komunikasi

Teknologi komunikasi telah berkembang dengan pesat saat ini. Hal

ini ditandai dengan merebaknya pemakaian internet, multi media, dan

sebagainya. Meningkat pesatnya teknologi komunikasi telah membawa kultur

luar yang kadangkala asing masuk ke rumah kita. Film-film seri impor yang

ditayangkan di televisi telah membuat kita mengenal adat kebiasaan dan

riwayat bangsa-bangsa lain. Berita-berita dari luar negeri yang disiarkan baik

dari stasiun televisi dalam negeri maupun luar negeri merupakan hal yang

lumrah. Setiap malam kita menyaksikan apa yang terjadi di negara yang

jauh melalui televisi. Dan kita dapat berhubungan langsung ke setiap

pelosok dunia melalui telepon, e-mail, dan sebagainya. Teknologi telah

membuat komunikasi menjadi mudah, praktis dan tidak terhindarkan.

McLuhan sendiri mengatakan bahwa media adalah pesan itu sendiri.

Karena media massa memiliki karakter sendiri, dengan kelemahan dan

kelebihan. Media Komunikasi merupakan saluran komunikasi tempat

berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. Media dapat berupa

alat seperti majalah, surat kabar, tabloid, radio, televisi, film, internet,

Suraya

“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”

129

telepon, telegram, surat, dan lain-lain. Selain itu media juga dapat berupa

non alat yaitu lambang verbal dan non verbal termasuk kondisi personal dan

situasional, lingkungan yang mendukung terjadinya komunikasi.

Media komunikasi sendiri mempunyai fungsi, yaitu (1) memperluas

jangkauan komunikasi antar manusia dan memperbesar kemampuan untuk

menjalin hubungan komunikasi antarmanusia; dan (2) menyediakan,

menyimpan dan mendistribusikan pesan-pesan komunikasi.

Maka dengan media komunikasi manusia dapat menembus ruang dan

waktu. Misalnya, kita dapat membaca koran, mendengarkan radio dimana

pun kita berada. Hasil dari media komunikasi berupa alat dapat disimpan/

didokumentasikan sehingga dapat menguasai waktu. Karena media

komunikasi adalah pesan komunikasi, maka McLuhan percaya bahwa media

komunikasi manusia.

Perkembangan media komunikasi telah banyak mengubah aspek

kehidupan manusia dan hubungan komunikasi antarmanusia hampir tak

terbatas. Perkembangan media komunikasi telah mengubah cara

pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian pesan-pesan komunikasi.

Begitu banyaknya informasi yang datang yang tidak dapat dipilih dan

dimaknai oleh komunikan karena keterbatasan kemampuan sehingga

menimbulkan keluberan informasi. Seperti pendapat Brent D. Ruben (1992),

dalam keadaan seperti itu manusia dihadapkan pada tantangan “apa yang

harus kita lakukan dengan luberan informasi”, dan tidak lagi

mempertanyakan “bagaimana mendapatkan informasi”.

Betapa dahsyatnya media komunikasi merambah kehidupan manusia,

sehingga tanpa sadar manusia telah menjadi tergantung pada media

komunikasi untuk memenuhi kebutuhannya berkomunikasi dengan orang

lain yang berbeda budaya. Teknologi komunikasi menyebabkan individuindividu

yang saling berinteraksi mengalami pertukaran budaya dan bahkan

akulturasi. Kita juga setiap hari membaca, mendengar dan menyaksikan di

media-media, berita tentang ketegangan rasial, pertentangan agama,

Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135

130

diskriminasi seks, yang secara umum merupakan masalah-masalah yang di

sebabkan oleh kegagalan komunikasi antarbudaya.

Sebagai contoh, televisi yang sarat dengan teknologi mengandung

apa yang disebut sebagai Television Culture. Hal ini diinterpretasikan bahwa

filosofis televisi sebagai media yang mengandalkan teknologi telah

melahirkan dan memancing makna kesenangan, hiburan, dan

keanekaragaman kesenangan dalam masyarakat. Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa apapun isinya, tampilan yang ada di layar kaca televisi

selalu dikemas dengan format hiburan. Jadi, televisi dapat kita sebut

sebagai alat penghibur.

Realita hiburan di televisi seakan sama dengan realita sebenarnya,

padahal tidaklah demikian. Hal ini disebabkan, apa yang tampil di televisi

sudah penuh dengan distorsi. Pesan yang tampil sudah melalui sebuah

proses, seperti editing, cropping, dan lain-lain. Realita televisi sangat jauh

berbeda dengan realita sebenarnya. Celakanya apa yang ditampilkan di

televisi sering dipersepsikan pemirsa sama dengan kenyataan sebenarnya.

Bahkan Ted Turner, pemilik televisi berita CNN mengatakan, televisi

merupakan media yang mampu merealisasikan gagasan-gagasan sampai di

luar batas hayali. Maksudnya, televisi dengan keunggulan teknologinya

mampu menyajikan realita yang hanya ada dalam khayalan manusia

(Wahyudi, 1992).

Budaya yang dihantarkan oleh televisi inilah yang setiap hari hadir

masuk ke dalam rumah kita dan membawa budaya-budaya asing yang ada

di dunia ini. Budaya-budaya inilah yang sering diserap oleh individu-individu

dan melatarbelakangi tingkah lakunya sehari-hari dalam berinteraksi.

Pola Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah

lainnya, baik secara domestik ataupun ke luar negeri. Bahkan ketika jaman

penjajahan dulu telah dilakukan perpindahan penduduk/transmigrasi dengan

tujuan penyebaran penduduk maupun sebagai tenaga kerja. Para tenaga

Suraya

“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”

131

kerja tersebut dipaksa harus bekerja rodi membuka lahan pertanian atau

perkebunan bahkan membuka jalan, seperti Anyer-Panarukan, jalan Lintas

Sumatera, dan sebagainya.

Pernikahan campuran juga menyebabkan perpindahan tempat

tinggal. Pasangan tersebut mengikuti daerah asal suami atau istri mereka

atau di tempat yang baru sama sekali, yang akhirnya akan menurunkan

keturunan mereka.

Karena itu, di hampir setiap kota besar di dunia kita dapat

menjumpai orang-orang dari etnis atau bangsa lain. Kita bergaul, bekerja

atau bersekolah dengan orang-orang yang berbeda dari kita. Pola migrasi ini

yang menyebabkan kita mau tidak mau saling mengenal dan bergaul di

antara individu-individu. Kita selalu bersosialisasi dan berinteraksi dengan

orang-orang yang berbeda bangsa atau budaya setiap harinya. Pengalaman

sehari-hari inilah yang menyebabkan kita telah menjadi semakin memahami

komunikasi antar budaya.

Kesejahteraan Politik

Salah satu jembatan emas dalam komunikasi antarbudaya adalah

apa yang dinamakan kesejahteraan politik. Dalam era globalisasi dunia saat

ini, kesejahteraan politik suatu negara sangat tergantung pada kondisi politik

dan keamanan negara-negara lain. Kondisi dunia pasca serangan World

Trade Centre (WTC) 11 September 2000 di Amerika Serikat adalah bukti

bagaimana stabilitas politik suatu negara seperti Afganistan dan Irak harus

terkoyak oleh arogansi Amerika Serikat

Sentimen Islam-non Islam dapat cepat merebak ke seluruh dunia,

setelah pihak Amerika Serikat menuduh gerakan fundamentalis Islam Al

Qaedah pimpinan Osamah bin Laden sebagai otak serangan tersebut.

Akibatnya terjadi ketegangan yang luar biasa antara negara Barat dengan

dunia Islam.

Demonstrasi anti Amerika Serikat dan sekutunya juga merebak di

Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Terutama

Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135

132

hubungan diplomatik dan pemboikotan produk-produk Amerika Serikat yang

santer disuarakan, sempat membuat panik pemerintah Indonesia. Penduduk

Indonesia juga merasa tidak nyaman untuk saling berkomunikasi antar

sesamanya apalagi dengan orang asing/bangsa lain. Karena itulah maka

diperlukan komunikasi antarbudaya di antara manusia Indonesia.

Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Sebenarnya kita harus memperhatikan secara khusus bahwa orang

berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula. Hal ini untuk

menjaga agar interaksi yang terjalin tidak terhambat. Namun kenyataannya

banyak manusia yang mengalami hambatan ketika mereka berkomunikasi

antarbudaya.

Satu kesulitan adalah kecenderungan kita untuk melihat orang lain

dan perilaku mereka melalui kacamata kultur kita sendiri, hal ini disebabkan

karena etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk

mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam kultur sendiri sebagai

lebih baik, lebih logis dan lebih wajar ketimbang dalam kultur lain. Kita perlu

menyadari bahwa kita dan orang lain berbeda tetapi setara, tidak ada yang

lebih rendah atau lebih tinggi (DeVito, 1991). Misalnya, konflik yang terjadi

antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Barat. Masing-masing etnis

menganggap bahwa etnisnya lah yang paling baik sementara etnis lain

dianggap jelek atau buruk (etnosentrisme). Hal ini yang menyebabkan

konflik tersebut berkepanjangan dan sulit diselesaikan.

Kesulitan lainnya adalah apabila ia menganggap semua orang sama

dengan anggota kelompok/etnisnya, hal ini biasa disebut stereotype.

Sebenarnya manusia adalah makhluk yang unik, dengan kata lain, manusia

memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Maka, tidak semua perilaku

komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal mempunyai makna yang

sama dalam semua budaya.

Dalam berkomunikasi antarpribadi, orang haruslah memperhatikan

budaya yang dimiliki individu tersebut. Dengan kata lain, DeVito (1991)

Suraya

“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”

133

mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya yang efektif umumnya dapat

lebih diperkuat dengan memanfaatkan karakteristik-karakteristik yang

menandai interaksi antarpribadi yang efektif, misalnya keterbukaan, empati,

sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan, percaya diri, kedekatan,

manajemen interaksi, daya ekspresi, dan berorientasi kepada lawan bicara.

Jadi, Setiap orang yang berkomunikasi antar budaya setidaknya

bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap;

Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang

berbeda; bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;

menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan

tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong.

Dalam komunikasi antarbudaya kualitas kedekatan sangat penting

agar memperkecil perbedaan; dan bersikap sensitif terhadap perbedaan

ketika akan mengambil alih pembicaraan. Selain itu, isyaratkan empati

dengan ekspresi wajah, gerak gerik yang penuh minat dan perhatian serta

tanggapan yang mencerminkan pengertian (verbal dan nonverbal). Terakhir,

kita harus menyadari bahwa setiap orang punya andil dalam pembicaraan.

Dengan demikian, hambatan yang ada dalam komunikasi antar budaya

menjadi tiada.

Kesimpulan

Allah SWT yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan

dan bersuku-suku menurut jenisnya mengisyaratkan bahwa manusia itu

hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan

sesamanya. Karena itu, dalam berkomunikasi kita hendaklah membangun

Jembatan Emas. Jembatan emas inilah yang menghubungkan kita dalam

berkomunikasi antar budaya. Kita harus memperhatikan secara khusus

bahwa orang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula.

Setiap orang yang berkomunikasi antarbudaya setidaknya bersikap

terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap. Menempatkan

diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda;

Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 124-135

134

bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;

menganggap berkomunikasi setara; tetap percaya diri dan tenang dalam

setiap situasi, serta menghindari sikap etnosentrisme dan stereotype yang

berlebihan.

Suraya

“Peranan Komunikasi dalam Penyatuan Budaya”

135

Daftar Pustaka

DeVito, Joseph A., 1991. Komunikasi Antar Manusia, edisi kelima, Jakarta:

Professional Books

Littlejohn, 2000, S. W. Theories of Human Communication, Seventh Edition. Belmont,

California : Wadsworth Publishing Company.

Mulyana, Deddy 2000, Komunikasi AntarBudaya, Panduan Berkomunikasi dengan

orang-orang Berbeda Budaya, Bandung: Remaja RosdaKarya

Mulyana, Deddy 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosda

Karya

Mulyana, Deddy 1999, Nuansa-nuansa Komunikasi, Meneropong Politik & Budaya

Komunikasi Masyarakat Kontemporer, Bandung: Remaja Rosda Karya

Rachbini, Didik J., Nazisme Lokal di Kalimantan Barat, Skh. Republika, 26 Maret 1999

Ruben, Brent D., 1992, Communication and Human Behavior, Third Edition, New

Jersey: Prentice Hall

Tubbs, Stewart L., 1983, Sylvia Moss, Human Communication, Fourth Edition, New

York: Random House Inc.

Wahyudi, J. B.,1993, Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama,

Comments :

0 komentar to “PERANAN KOMUNIKASI DALAM PENYATUAN BUDAYA”

Posting Komentar